SEBUAH situs pencari di internet menyebutkan, Taman Wisata Laut 17 Pulau berada 70 kilometer sebelah utara Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada. Taman wisata itu terdiri atas gugusan pulau-pulau kecil, yang berjumlah 17 pulau.
Hmm, tak ada salahnya bertualang, bukan? Apalagi, selama ini taman wisata alam di laut sisi utara Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, itu tak banyak terekspos.
Bertolak pagi hari dari Bajawa, kami bermobil menuju Taman Wisata Laut 17 Pulau di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Jalanan berkelok, naik-turun sepanjang punggung bukit, serta menyibak daun-daun dan ilalang yang menjulur ke jalanan.
Jalan raya yang mulus, silih berganti dengan jalanan yang berlubang di sana-sini. Sesekali klakson mobil dibunyikan untuk memberi tahu pengguna jalan dari arah berlawanan karena kami tak bisa saling melihat akibat tikungan tajam.
Setelah 2,5 jam menempuh perjalanan—tak membosankan karena alam Flores yang cantik—kami tiba di pantai. Sempat tawar-menawar dengan pemilik kapal, kami pun berperahu mengarungi lautan bening menuju beberapa pulau.
Sesuai namanya, ada 17 pulau yang termasuk dalam kawasan ini, yaitu Pulau Wire, Sui, Taor, Tembaga, Telu, Bampa, Meja, Rutong, Patta, Halima, Besar, Lainjawa, Kolong, Dua, Ontole, Borong, dan Paus.
Kawasan ini menawarkan pesona bahari, seperti pantai pasir putih yang nyaman dan ombaknya yang tenang, pemandangan terumbu karang menawan, serta ”atraksi” ribuan kelelawar yang menghuni Pulau Kolong. Hanya perlu waktu 2-3 jam untuk berkeliling menikmati indahnya pemandangan, menggunakan perahu motor.
Di tepi pantai, ada puluhan perahu milik warga yang disewakan bagi wisatawan. Satu perahu bermesin tempel bisa memuat 15 orang, dengan tarif sewa Rp 300.000. Pemilik perahu bersedia mengantarkan ke pulau yang hendak dituju.
Salah satu pulau yang menjadi tujuan utama wisatawan di kawasan ini adalah Pulau Rutong, yang pantainya berpasir putih. Wisatawan banyak yang memilih mandi di laut sekitar pulau ini, tapi ada juga yang sekadar berjemur di pantainya. Pantai putih bersih, laut bening, dan suasana yang tenang menjadi kombinasi sempurna bagi wisatawan yang ingin bersantai.
Di dekat pantai, ada sisa-sisa bangunan berdinding terbuka dengan atap ilalang. Menurut Nicodemus Mano, mantan pegawai Balai Konservasi Sumber Daya Alam NTT yang pernah bertugas di Taman Wisata Laut 17 Pulau, Pemerintah NTT sempat mengadakan acara di pulau itu. Sisa-sisa bangunan yang kini tak terurus itu dibangun untuk keperluan acara tersebut. Saat itu, beberapa tamu dan wisatawan diajak berkeliling di kawasan Taman Wisata Laut 17 Pulau menggunakan kapal. Selesai acara, berakhir pula nasib bangunan tempat bersantai itu.
Pulau lain yang menjadi tujuan favorit wisatawan adalah Pulau Kolong. Pulau ini dihuni ribuan kelelawar besar atau kalong. Mereka bergelantungan di pohon, sesekali terbang bersama-sama, membuat langit di atas kepala sesaat gelap. ”Tak perlu khawatir, kelelawar itu tak akan mengganggu manusia,” ujar Nicodemus.
Keindahan alam dan kekayaan Taman Wisata Laut 17 Pulau ini tidak berbanding lurus dengan popularitasnya. Saat itu, kami hanya menjumpai dua wisatawan domestik dan dua wisatawan asing di sana. Padahal, kegiatan wisata laut seperti snorkeling juga bisa dilakukan di sini.
Selain kurangnya promosi dan minimnya sarana transportasi umum menuju lokasi wisata ini, keterbatasan penginapan juga menjadi persoalan tersendiri. Ada penginapan Florida, Nirvana, dan SVD. Beberapa penginapan yang kami lewati terlihat tak terawat, dengan atap berlubang dan dinding kusam.
”Umumnya pengunjung tidak menginap saat berwisata ke sini. Dulu pernah ada beberapa penginapan yang layak, tapi tak lama kemudian berhenti beroperasi karena minimnya tamu. Mungkin karena kurangnya promosi dan dukungan pemerintah daerah sehingga wisata di sini kurang mendapat perhatian,” ujar Syaiful Bahri (46), pemilik rumah makan di sekitar kawasan wisata itu.
Betapa kayanya Kabupaten Ngada—luasnya 1.645 kilometer persegi—dengan keindahan alam dan tujuan wisata potensial. Ada Bajawa yang terkenal dengan kopi arabikanya, ada Kampung Bena di Desa Tiworiwu, Kecamatan Jerebuu, yang terkenal dengan rumah adatnya, dan ada tempat pemandian air panas Mangeruda di Kecamatan Soa.
Bahkan, di Kecamatan Soa dan Golewa ada gelaran tinju tradisional Etu setiap bulan Mei-Agustus. Di Cekungan Soa, Father Theodor Verhoeven, pastor Katolik asal Belanda yang bertugas di Flores, menemukan fosil stegodon atau gajah purba. Hingga kini, penelitian di Soa terus dilakukan oleh peneliti dari Indonesia dan mancanegara, seperti Belanda atau Australia.
Wisata bisa menjadi sarana masyarakat untuk mandiri dan meningkatkan taraf hidup. Persoalannya sekarang, apakah Pemerintah Kabupaten Ngada atau Pemerintah Provinsi NTT melihat potensi wisata ini sebagai peluang untuk maju?
Sumber : Kompas
0 comments:
Post a Comment